Kamis, 19 Juni 2014

KALIMAT INDUKTIF DAN DEDUKTIF

Bicara mengenai Induktif dan Deduktif itu merupakan pengetahuan yang berkaitan dengan penalaran tiap orang. Penalaran merupakan suatu proses berfikir yang membuahkan pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilakan penalaran itu mempunyai dasar kebenaran maka proses berfikir itu harus dilakukan suatu cara tertentu. Suatu penarikan kesimpulan yang dianggap sahih (valid) kalau proses penarikan kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara tertentu tersebut. Cara penarikan kesimpulan ini disebut logika, dimana logika secara luas dapat didefinisikan sebagai “pengkajian untuk berfikir secara sahih”.[1]

Terdapat bermacam-macam cara penarikan kesimpulan namun untuk sesuai dengan tujuan studi yang memusatkan diri kepada penalaran ilmiah, kita akan melakukan penelaahaan yang sakasama hanya tergadap dua jenis cara penarikan kesimpulan, yakni logika induktif dan logika deduktif. Logika induktif erat hubungannya dengan dengan penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum. Sedangkan di pihak lain, kita mempunyai logika deduktif, yang membantu kita dalam menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat individual ( khusus ).

Induksi merupakan cara berfikir di mana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual. Penalaran induktif dimulai dengan mengmukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum. Katakanlah kita mempunyai fakta bahwa kambing mempunyai mata, gajah mempunyai mata, demikian juga singa, kucing dan berbagai binatang lainnya. Dari kenyataan-kenyataan ini kita dapat menarik kesimpulan yang bersifat umum yakni semua binatang mempunyai mata. Kesimpulan yang bersifat umum ini penting artinya sebab mempunya dua keuntungan. Keuntungan yang pertama ialah bahwa pernyataan yang bersifat umum ini bersifat ekonomis. Kehidupan yang beraneka ragam dengan berbagai corak dan segi dapat direduksikan menjadi beberapa pernyataan. Pengetahuan yang dikumpulkan manusia bukanlah merupakan koleksi dari berbagai fakta melaikan esensi dan fakta-fakta tersebut. Demikian juga dalam pernyataan mengenai fakta yang dipaparkan, pengetahuan tidak bermaksud membuat reproduksi dari objek tertentu, melainkan menekankan kepada struktur dasar yang menyangga ujud fakta tersebut. Pernyataan yang bagaimanapun lengkap dan cermatnya tidak bisa mereproduksikan betapa manisnya semangkuk kopi atau pahitnya sebutir pil kina. Pengetahuan cukup puas dengan pernyataan elementer yang bersifat kategoris bahwa kopi itu manis dan pil kina itu pahit. Pernyataan seperti ini sudah cukup bagi manusia untuk bersifat fungsional dalam kehidupan prkatis dan berfikir teoritis.

Keuntungan yang kedua dari pernyataan yang bersifat umum adalah dimungkinkan proses penalaran selanjutnya baik secara induktif maupun secara deduktif. Secara induktif maka dari berbagai pernyataan yang bersifat umum dapat disimpulkan pernyataan yang bersifat lebih umum lagi. Umpanya melanjutkan contoh kita terdahul, dari mempunyai mata, dapat ditarik kesimpulan bahwa semua makhluk mempunyai mata. Penalaran seperti ini memungkinkan disusunnya pengetahuan secara sistematis yang mengarah kepada pernyataan-pernyataan yang makin lama makin bersifat fundamental.

Penalaran deduktif adalah kegiatan berfikir yang sebaliknnya dari penalaran induktif. Deduksi adalah cara berfikir di mana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berfikir yang dinamakan silogismus. Silogismus disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. Pernyataan yang mendukung silogismus ini disebut premis yang kemudian dapat dibedakan sebagai premis mayor dan premis minor. Kesimpulan merupakan pengetahuan yang di dapat dari penalaran deduktif berdasarkan kedua premis tersebut. Dari contoh kita sebelumnya kita dapat membuat silogisme sebagai berikut.

Semua makhluk mempunyai mata                                           (Premis Mayor)
Si Polan adalah seoranng makhluk                                            (Premis Minor)
Jadi si Polan mempunyai mata                                                   (Kesimpulan)

Kesimpulan yang diambil bahwa si polan mempunyai mata adalah sah menurut penalaran deduktif, sebab kesimpulan ini ditarik secara logis dari dua premis yang mendahuluinya. Sekiranya kedua premis yang mendukungnya adalah benar maka dapat dipastikan bahwa kesimpulan ynag ditariknya juga adalah benar. Mungkin saja kesimpulan itu salah, meskupun kedua premisnya benar, sekiranya cara penarikan kesimpulannya adalah tidak sah.[2]

[1] William S. Sahakian dan Mabel Lewis Sahakian, Realism of Philosoph (Chambridge, Mass, : Schenkman, 1965), hlm. 3.
[2] Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 2009). Hlm. 46-49

KALIMANTAN BARAT


Propinsi Kalimantan Barat di kenal dengan provinsi "Seribu Sungai". Sebutan tersebut berkaitan dengan banyaknya sungai yang terdapat di Kalbar. Kekayaan kebudayaan daerah Kalimantan Barat tarian, seni tarian tradisional, alat musik dll.

Kebudayaan Kalimantan Barat

Bahasa Daerah Kalimantan Barat
Walaupun sebagian besar penduduk Kalbar menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa yang di gunakan sehari hari tapi di propinsi ini juga terdapat bahasa Melayu Pontianak, bahasa Melayu Sambas serta Bahasa Senganan. Propinsi Kalbar juga memiliki beragam bahasa daerah seperti Bahasa Dayak. Bahkan bahasa Dayak ini memiliki banyak dialek.

Tarian Daerah Kalimantan Barat
Memiliki jenis tarian sebagai tarian untuk penyembuhan diantaranya adalah Tari Monong, Manang atau tarian Baliatn. Konon Tarian ini berfungsi sebagai penolak atau penangkal penyakit. Tarian ini juga menjadi bagian dari upacara adat Bemanang/Balian.

Tari Pingan : Bagi masyarakat Dayak Mualang Kabupaten Sekadau tari pingan merupakan tari hiburan masyarakat karena memperoleh rezeki/tuah yang diberikan oleh Tuhan.

Tari Jonggan : Bagi masyarakat Dayak Kanayatn di daerah Kubu Raya, Mempawah, Landak Tari Jonggan merupakan tari pergaulan yang meceritakan tentang suka cita dan kebahagiaan dalam pergaulan muda mudi Dayak.

Alat Musik Daerah Kalimantan Barat
Ada beberapa macam nama alat musik tradisional seperti Gong, Kollatung(disebut Uut Danum) dimana alat musik dibuat dari kuningan dan cara memainkannya dengan cara di pukul.

Alat musik Tawaq (sejenis Kempul) alat musik ini sering di pakai untuk mengiringi tarian tradisional masyarakat Dayak pada umumnya.

Alat Musik Sapek : Sebuah alat musik petik yang berasal dari Kabupaten Kapuas hulu dikalangan masyarakat Dayak Kayaan Mendalam kabupaten Kapuas hulu.

Senjata Tradisional Kalimantan Barat
Kalimantan Barat Memiliki beragam senjata tradisional di antaranya adalah Mandau, Keris, Tumbak, Sumpit, Senapang Lantak, Duhung, Isou Bacou atau Parang yang kedua sisinya tajam, Lunjuk atau sejenis tumbak untuk berburu.

NUSA TENGGARA TIMUR


Indonesia sangat kaya akan seni dan budaya. Kalau sebelumnya pernah di tulis tentang budaya Indonesia dari propinsi lain yang ada di Indonesia, Propinsi Nusa Tenggara Timur yang terdiri dari beberapa pulau seperti pulau Flores, Sumba, Timor, Alor, Lembata, Rote, Sabu, Adonara, Solor, Komodo dan Palue memiliki kebudayaan yang unik. Ibukota dari Nusa Tenggara Timur adalah di Kupang, Timor Barat.

Nusa Tenggara Timur memiliki kekayaan serta keanekaragaman seni budaya. Latar belakang dari kebudayaan masyarakat yang ada di NTT hampir sebagian besar sudah terbiasa dengan yang namanya menari atau melantunkan lagu-lagu pada saat melaksanakan upacara adat.

Seni dab Budaya Nusa Tenggara Timur :
Lagu daerah yang berasal dari propinsi NTT : Anak Kambing Saya, Oras Loro Malirin, Sonbilo, Tebe Onana, Ofalangga, Do Hawu, Bolelebo, Lewo Ro Piring Sina, Bengu Re Le Kaju, Aku Retang, Gaila Ruma Radha, Desaku, Flobamora, Potong Bebek Angsa

Alat Musik Tradisional Nusa Tenggara Timur :
Sasando, Gong, Tambur, Juk Dawan, Gitar Lio merupakan nama-nama alat musik yang berasal dari NTT. Salah satu alat musik yang banyak di kenal masyarakat umum di Indonesia tentang alat musik yang ada di Nusa Tenggara adalah Sasando. Alat musik ini adalah sebuah alat instrumen petik musik. Asal dari Instrumen musik dari pulau Rote, Nusa Tenggara Timur.

Upacara Adat Di Nusa Tenggara Timur :
Upacara Adat Reba dari NTT ini merupakan upacara adat yang bertujuan untuk memberikan penghormatan dan juga ucapan rasa terima kasih kepada jasa para leluhur. Upacara ini biasanya selalu diadakan setiap tahun baru tepatnya di bulan Januari atau Februari dengan hidangan utama berupa ubi.

Selama upacara adat Reba juga di iringi dengan tarian dengan penari menggenggam pedang panjang (sau) dan tongkat warna-warni yang di bagian ujungnya dihiasi bulu kambing warna putih (tuba). Upacara adat tradisional Reba ini biasanya diselenggarakan selama tiga sampai empat hari.Tentu masih banyak lagi seni dan budaya dari Nusa Tenggara Timur yang harus di lestarikan dan bisa untuk memajukan  wisata Indonesia.

MINANGKABAU


Di Indonesia terdiri dari berbagai macam kebudayaan, karena Indonesia terdiri dari berbagai macam suku. Kebudayaan itu mempunyai ciri khas sendiri. Misalkan saja kebudayaan minangkabau.Suku Minangkabau atau Minang adalah kelompok etnik Nusantara yang berbahasa dan menjunjung adat Minangkabau. Wilayah penganut kebudayaannya meliputi Sumatera Barat, separuh daratan Riau, bagian utara Bengkulu, bagian barat Jambi, bagian selatan Sumatera Utara, barat daya Aceh, dan juga Negeri Sembilan di Malaysia. Dalam percakapan awam, orang Minang seringkali disamakan sebagai orang Padang, merujuk kepada nama ibukota propinsi Sumatera Barat yaitu kota Padang. Hal ini dapat dikaitkan dengan kenyataan bahwa beberapa literatur Belanda juga telah menyebut masyarakat suku ini sebagai Padangsche Bovenlanden.

Adat istiadat Minang sangat khas, yang dicirikan dengan sistem kekeluargaan melalui jalur perempuan atau matrilineal ( Matrilineal adalah suatu adat masyarakat yang mengatur alur keturunan berasal dari pihak ibu. Kata ini seringkali disamakan dengan matriarkhat atau matriarkhi), walaupun budayanya juga sangat kuat diwarnai ajaran agama Islam. Saat ini masyarakat Minang merupakan masyarakat penganut matrilineal terbesar di dunia. Selain itu, etnik ini juga telah menerapkan sistem proto-demokrasi sejak masa pra-Hindu dengan adanya kerapatan adat untuk menentukan hal-hal penting dan permasalahan hukum. Prinsip adat Minangkabau tertuang singkat dalam pernyataan Adat basandi syara', syara' basandi Kitabullah (Adat bersendikan hukum, hukum bersendikan Al Qur'an) yang berarti adat berlandaskan ajaran Islam.

Orang-orang Minang dikenal menonjol dalam bidang pendidikan dan perniagaan. Hampir separuh jumlah keseluruhan anggota suku ini berada dalam perantauan. Minang perantauan pada umumnya bermukim di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Pekanbaru, Medan, Batam, Palembang, dan Surabaya. Di luar wilayah Indonesia, suku Minang banyak terdapat di Malaysia (terutama Negeri Sembilan) dan Singapura. Di seluruh Indonesia dan bahkan di mancanegara masakan khas suku ini, yang populer dengan sebutan masakan Padang, sangatlah digemari.

Tanah Minangkabau pernah menjadi ajang perang Paderi yang terjadi pada tahun 1803 - 1838, dan merupakan salah satu perang penaklukan terlama yang dilancarkan Belanda dalam politik ekspansinya di abad ke-19 di Nusantara. Kekalahan dalam perang tersebut menyebabkan tanah Minang berada di bawah kekuasaan pemerintah kolonial Hindia-Belanda sejak tahun 1838, dan berakhir pada tahun 1942 seiring dengan penyerahan kekuasaan kepada Jepang


Etimologi

Nama Minangkabau berasal dari dua kata, minang dan kabau. Nama itu dikaitkan dengan suatu legenda khas Minang yang dikenal sebagai tambo. Dari tambo tersebut, konon pada suatu masa ada satu kerajaan asing (biasa ditafsirkan sebagai Majapahit) yang datang dari laut akan melakukan penaklukan. Untuk mencegah pertempuran, masyarakat setempat mengusulkan untuk mengadu kerbau. Pasukan asing tersebut menyetujui dan menyediakan seekor kerbau yang besar dan agresif, sedangkan masyarakat setempat menyediakan seekor anak kerbau yang lapar dengan diberikan pisau pada tanduknya. Dalam pertempuran, an ak kerbau itu menyangka kerbau besar tersebut adalah induknya dan ingin menyusui maka anak kerbau kecil langsung menanduk serta mencabik-cabik perut kerbau besar tersebut. Kemenangan tersebut menginspirasikan masyarakat setempat memakai nama Minangkabau (dalam bahasa Indonesia yang maknanya sama dengan Menang-Kerbau).

Nama "Minang" sendiri malah telah disebutkan dalam prasasti Kedukan Bukit yang bertarikh 682 Masehi dan berbahasa Sansekerta. Dalam prasasti itu dinyatakan bahwa pendiri Kerajaan Sriwijaya yang bernama Dapunta Hyang bertolak dari "Minānga" . Beberapa ahli yang merujuk dari sumber prasasti itu menduga, kata baris ke-4 (...minānga) dan ke-5 (tāmvan....) sebenarnya tergabung, sehingga menjadi mināngatāmvan dan diterjemahkan dengan makna sungai kembar. Sungai kembar yang dimaksud diduga menunjuk kepada pertemuan (tempuran) dua sumber aliran Sungai Kampar, yaitu Sungai Kampar Kiri dan Sungai Kampar Kanan. Catatan sejarah Kerajaan Majapahit, Nagarakretagama bertarikh 1365 M, menyebutkan satu negeri Melayu yang bernama Minangkabwa.


Asal Usul

Suku Minang merupakan bagian dari masyarakat Deutro Melayu (Melayu Muda) yang melakukan migrasi dari daratan China Selatan ke pulau Sumatera sekitar 2.500-2.000 tahun yang lalu. Diperkirakan kelompok masyarakat ini masuk dari arah timur pulau Sumatera, menyusuri aliran sungai Kampar sampai ke dataran tinggi, dan didaerah Menhir Mahat (nama satu daerah yang terletak antara perbatasan Sumatera Barat dan Riau sekarang) banyak dijumapi peninggalan megalit. Selanjutnya masyarakat ini menyebar dari Luhak nan Tigo (darek). terus ke daerah pesisir (pasisie) di pantai barat pulau Sumatera, yang terbentang dari Barus di utara hingga Kerinci di selatan.
Selain berasal dari Luhak nan Tigo, masyarakat pesisir juga banyak yang berasal dari India Selatan dan Persia. Dimana migrasi masyarakat tersebut terjadi ketika pantai barat Sumatera menjadi pelabuhan alternatif perdagangan selain Malaka, ketika kerajaan tersebut jatuh ke tangan Portugis.

TORAJA


Sulawesi Selatan, Indonesia. Populasinya diperkirakan sekitar 600.000 jiwa. Mereka juga menetap di sebagian dataran Luwu dan Sulawesi Barat.

Nama Toraja mulanya diberikan oleh suku Bugis Sidenreng dan dari Luwu. Orang Sidenreng menamakan penduduk daerah ini dengan sebutan To Riaja yang mengandung arti "Orang yang berdiam di negeri atas atau pegunungan", sedang orang Luwu menyebutnya To Riajang yang artinya adalah "orang yang berdiam di sebelah barat". Ada juga versi lain bahwa kata Toraya asal To = Tau (orang), Raya = dari kata Maraya (besar), artinya orang orang besar, bangsawan. Lama-kelamaan penyebutan tersebut menjadi Toraja, dan kata Tana berarti negeri, sehingga tempat pemukiman suku Toraja dikenal kemudian dengan Tana Toraja.



Wilayah Tana Toraja juga digelar Tondok Lilina Lapongan Bulan Tana Matari allo arti harfiahnya adalah "Negeri yang bulat seperti bulan dan matahari". Wilayah ini dihuni oleh etnis Toraja.

Kebudayaan Suku Toraja

Asal masyarakat Tana Toraja.

Konon, leluhur orang Toraja adalah manusia yang berasal dari nirwana, mitos yang tetap melegenda turun temurun hingga kini secara lisan dikalangan masyarakat Toraja ini menceritakan bahwa nenek moyang masyarakat Toraja yang pertama menggunakan "tangga dari langit" untuk turun dari nirwana, yang kemudian berfungsi sebagai media komunikasi dengan Puang Matua (Tuhan Yang Maha Kuasa).

Lain lagi versi dari DR. C. Cyrut seorang anthtropolog, dalam penelitiannya menuturkan bahwa masyarakat Tana Toraja merupakan hasil dari proses akulturasi antara penduduk local atau pribumi yang mendiami daratan Sulawesi Selatan dengan pendatang imigran dari Teluk Tongkin-Yunnan, daratan China Selatan. Proses pembauran antara kedua masyarakat tersebut, berawal dari berlabuhnya Imigran Indo China dengan jumlah yang cukup banyak di sekitar hulu sungai yang diperkirakan lokasinya di daerah Enrekang, kemudian para imigran ini, membangun pemukimannya di daerah tersebut.

Kebudayaan Suku Toraja

Sejarah Aluk

Konon manusia yang turun ke bumi, telah dibekali dengan aturan keagamaan yang disebut aluk. Aluk merupakan aturan keagamaan yang menjadi sumber dari budaya dan pandangan hidup leluhur suku Toraja yang mengandung nilai-nilai religius yang mengarahkan pola-pola tingkah laku hidup dan ritual suku Toraja untuk mengabdi kepada Puang Matua.


Cerita tentang perkembangan dan penyebaran Aluk terjadi dalam lima tahap, yakni:

Tipamulanna Aluk ditampa dao langi' yakni permulaan penciptaan Aluk diatas langit, Mendemme' di kapadanganna yakni Aluk diturunkan kebumi oleh Puang Buru Langi' dirura.

Kedua tahapan ini lebih merupakan mitos. Dalam penelitian pada hakekatnya aluk merupakan budaya/aturan hidup yang dibawa kaum imigran dari dataran Indo China pada sekitar 3000 tahun sampai 500 tahun sebelum masehi.

Kebudayaan Suku Toraja

Kambira – Kuburan Bayi

Seseorang bayi yang belum tumbuh gigi apabila meninggal dunia akan dikuburkan ke dalam sebatang pohon kayu yang hidup dari jenis pohon kayu Tarra. Kayu yang digunakan dilokasi ini telah berumur sekitar ± 300 tahun yang lalu. Proses pelaksanaan pekuburan sejenis ini mengenal tahap-tahap sebagai berikut: Bayi yang meninggal dibalut dengan kain putih yang pernah dipakai dalam posisi dalam keadaan dipangku.Kemudian keluarga memberi tanda pada pohon kayu yang hendak digunakan sebagai kuburan (matanda kayu).Membuat lubang dengan ketentuan tidak boleh berhadapan dengan rumah kediamannya.Mempersiapkan penutup kubur dari bahan pelepah enau. Membuat tana (pasak) karurung dari ijuk sesuai tingkatan strata sosialnya.12 tana karurung bagi tingkatan bangsawan. 8 tana karurung bagi tingkatan menengah. 6 tana karurung bagi tingkatan bawah. Makadende yaitu membuat tali ijuk sebelum jenasah dibawa ke kuburan, seekor babi jantan hitam dipotong atau disembelih di halaman rumah duka, kemudian dibawa ke kuburan dengan diusung. Setibanya di kuburan babi/daging tersebut dimasak dalam bambu/dipiong, tanpa diberi garam atau bumbu lainnya setelah semua itu siap mayat dibawah ke kuburan dengan syarat sebagai berikut: Dibawa dalam posisi dipangku. Pengantar mayat baik laki-laki maupun perempuan harus berselubung kain.


Dilarang berbicara, menoleh ke kiri atau ke kanan maupun ke belakang. Setibanya jenasah di pekuburan penjemput jenasah turun dari tangga lalu mengambil, mengangkat, dan memasukkan jenasah ke dalam lubang kayu dalam posisi berlutut menghadap keluar. Kemudian kubur itu ditutup dengan kulimbang di tanah dipasak sesuai dengan statusnya dan sesudah ini dilapisi dengan ijuk dan diikat dengan kadende (tali ijuk).Sepanjang kegiatan tersebut di atas, seluruh orang yang hadir dilarang berbicara, nanti setelah mataletek pa piong (membelah bambu berisi daging yang sudah masak) berarti orang sudah boleh berbicara dan orang yang berada diatas tangga sudah boleh turun.

Kebudayaan Suku Toraja

Makale, Ibu kota Tana Toraja.

Pada asal mulanya Makale berasal dari kata Makale menurut kata orang, penduduk yang hidup di Makale senantiasa bangun pada waktu matahari belum terbit (Makale) oleh karena leluhur mereka mempercayai bahwa orang yang bangun mendahului matahari terbit (Makale) selalu mendapat keberuntungan atau rezeki. Tetapi karena perubahan ucapan kata maka Makale. Makale adalah pusat pemerintahan dan juga terkenal sebagai kota tenang dan damai. Di tengah-tengah kota Makale terdapat sebuah kolam yang airnya jernih dan penuh berisi dengan bermacam jenis ikan. Kolamnya di sebut kolam Makale.

Bukit-bukit yang terjal dari kota dimahkotai oleh puncak menara gereja, sembari kaki lembah didominasi oleh bangunan pemerintah yang baru. Banyak di antaranya mengambil tipe bangunan rumah tradisional Toraja arsitektur yang penuh dengan ukiran dan atap yang melengkung. Kota merupakan daerah yang tepat menghubungkan dengan daerah Toraja barat, sekitar Londa, Suaya dan Sangalla. Pada saat pasar kota ini merupakan pusat aktivitas karena rakyat dari jauh datang dengan hasil produksinya berupa binatang, kerajinan tangan tikar, keranjang dan kerajinan buatan lokal.

Kebudayaan Suku Toraja

Nilai Tradisi Vs Prinsip Alkitab

Suku Toraja masih terikat oleh adat istiadat dan kepercayaan nenek moyang. Kepercayaan asli masyarakat Tana Toraja yang disebut Aluk Todolo, kesadaran bahwa manusia hidup di Bumi ini hanya untuk sementara, begitu kuat. Prinsipnya, selama tidak ada orang yang bisa menahan Matahari terbenam di ufuk barat, kematian pun tak mungkin bisa ditunda.

Sesuai mitos yang hidup di kalangan pemeluk kepercayaan Aluk Todolo, seseorang yang telah meninggal dunia pada akhirnya akan menuju ke suatu tempat yang disebut puyo; dunia arwah, tempat berkumpulnya semua roh. Letaknya di bagian selatan tempat tinggal manusia. Hanya saja tidak setiap arwah atau roh orang yang meninggal itu dengan sendirinya bisa langsung masuk ke puyo. Untuk sampai ke sana perlu didahului upacara penguburan sesuai status sosial semasa ia hidup. Jika tidak diupacarakan atau upacara yang dilangsungkan tidak sempurna sesuai aluk, yang bersangkutan tidak dapat mencapai puyo. Jiwanya akan tersesat.

"Agar jiwa orang yang ’bepergian’ itu tidak tersesat, tetapi sampai ke tujuan, upacara yang dilakukan harus sesuai aluk dan mengingat pamali. Ini yang disebut sangka’ atau darma, yakni mengikuti aturan yang sebenarnya. Kalau ada yang salah atau biasa dikatakan salah aluk (tomma’ liong-liong), jiwa orang yang ’bepergian’ itu akan tersendat menuju siruga (surga)," kata Tato’ Denna’, salah satu tokoh adat setempat, yang dalam stratifikasi penganut kepercayaan Aluk Todolo mendapat sebutan Ne’ Sando.

Selama orang yang meninggal dunia itu belum diupacarakan, ia akan menjadi arwah dalam wujud setengah dewa. Roh yang merupakan penjelmaan dari jiwa manusia yang telah meninggal dunia ini mereka sebut tomebali puang. Sambil menunggu korban persembahan untuknya dari keluarga dan kerabatnya lewat upacara pemakaman, arwah tadi dipercaya tetap akan memperhatikan dari dekat kehidupan keturunannya.

Oleh karena itu, upacara kematian menjadi penting dan semua aluk yang berkaitan dengan kematian sedapat mungkin harus dijalankan sesuai ketentuan. Sebelum menetapkan kapan dan di mana jenazah dimakamkan, pihak keluarga harus berkumpul semua, hewan korban pun harus disiapkan sesuai ketentuan. Pelaksanaannya pun harus dilangsungkan sebaik mungkin agar kegiatan tersebut dapat diterima sebagai upacara persembahan bagi tomebali puang mereka agar bisa mencapai puyo alias surga

Kebudayaan Suku Toraja

Bisa dimaklumi bila dalam setiap upacara kematian di Tana Toraja pihak keluarga dan kerabat almarhum berusaha untuk memberikan yang terbaik. Caranya adalah dengan membekali jiwa yang akan bepergian itu dengan pemotongan hewan-biasanya berupa kerbau dan babi sebanyak mungkin. Sesuai status sosial atau kedudukan orang yang meninggal.Semakin tinggi status social orang tersebut, maka kerbau belang atau babi yang dipotong semakin banyak. Harga kerbau mulai dari 40 juta rupiah sampai 100 juta rupiah. Seseorang meninggal akan dibuat upacara adat setelah menunggu dua sampai tiga tahun sampai terkumpulnya biaya upacara kematian. Para penganut kepercayaan Aluk Todolo percaya bahwa roh binatang yang ikut dikorbankan dalam upacara kematian tersebut akan mengikuti arwah orang yang meninggal dunia tadi menuju ke puyo. Sehingga biaya untuk pemakaman lebih mahal dari pada biaya pernikahan di Tana Toraja, Sulawesi Selatan.

Kebudayaan Suku Toraja

Kepercayaan pada Aluk Todolo pada hakikatnya berintikan pada dua hal, yaitu padangan terhadap kosmos dan kesetiaan pada leluhur nenek moyang. Masing-masing memiliki fungsi dan pengaturannya dalam kehidupan bermasyarakat. Jika terjadi kesalahan dalam pelaksanaannya, sebutlah seperti dalam hal "mengurus dan merawat" arwah para leluhur, bencana pun tak dapat dihindari.

Kebudayaan Suku Toraja

Berbagai bentuk tradisi yang dilakukan secara turun-temurun oleh para penganut kepercayaan Aluk Todolo-termasuk ritus upacara kematian adat Tana Toraja yang sangat dikenal luas itu-kini pun masih bisa disaksikan. Meski terjadi perubahan di sana-sini, kebiasaan itu kini tak hanya dijalankan oleh para pemeluk Aluk Todolo, masyarakat Tana Toraja yang sudah beragama Kristen dan Katolik pun umumnya masih melaksanakannya. Sehingga menjadi suatu tugas para hamba Tuhan untuk memberitakan injil yang sesuai dengan budaya setempat yang tidak bertentangan dengan prinsip Alkitab. Bagi anak Tuhan di Tana Toraja terjadi suatu dilema dalam memilih nilai tradisi atau prinsip Firman Tuhan. Bila terjadi perbedaan prinsip budaya lokal dan Firman Tuhan maka Firman Tuhan harus menjadi prioritas diatas budaya atau adat istiadat. Karena Tuhan adalah diatas semua pencipta kehidupan. Karena Tuhan Yesus melampaui Hukum Taurat dan Tradisi Yahudi pada jaman perjanjian baru.

SULAWESI SELATAN



Mengenal budaya propinsi Sulawesi Selatan berarti mengenal adat kebudayaan yang ada di seluruh daerah Sulawesi Selatan.
Di Sulsel terdapat Banyak suku/etnis tapi yang paling mayoritas ada 3 kelompok etnis yaitu Makassar, Bugis dan Toraja. DEmikian juga dalam pemakaian bahasa sehari-hari ke 3 etnis tersebut lebih dominan. Kebudayaan yang paling terkenal bahkan hingga ke luar negeri adalah budaya dan adat Tanah Toraja yang sangat khas dan sangat menarik.
Lagu daerah propinsi Sulawesi Selatan yang sangat populer dan sering dinyanyikan di antaranya adalah lagu yang berasal dari Makasar yaitu lagu Ma Rencong-rencong, lagu Pakarena serta lagu Anging Mamiri. Sedangkan lagu yang berasal dari etnis Bugis adalah lagu Indo Logo, serta lagu Bulu Alaina Tempe. Sedangkan lagu yang berasal dari Tana Toraja adalah lagu Tondo.
Untuk rumah tradisional atau rumah adat di propinsi Sulawesi Selatan yang berasal dari Bugis, Makassar dan Tana toraja dari segi arsitektur tradisional ke tiga daerah tersebut hampir sama bentuknya. Rumah-rumah adat tersebut dibangun di atas tiang-tiang sehingga rumah adat yang ada di sana mempunyai kolong di bawah rumahnya. Tinggi kolong rumah adat tersebut disesuaikan untuk tiap tingkatannya dengan status sosial pemilik rumah, misalnya apakah seorang raja, bangsawan, orang berpangkat atau hanya rakyat biasa.
Hampir semua masyarakat Sulsel percaya kalau selama ini penghuni pertama zaman prasejarah di Sulawesi Selatan adalah orang Toale. Hal ini di dasarkan pada temuan Fritz dan Paul Sarasin tentang orang Toale (orang-orang yang tinggal di hutan/penghuni hutan).
Salah satu upacara adat yang terkenal yang terdapat di Sulawesi Selatan ada di Tanah Toraja (Tator) Upacara adat tradisional tersebut bernama upacara Rambu Solo (merupakan upacara dukacita/kematian). Upacara Rambu Solo merupakan upacara besar sebagai ungkapan rasa dukacita yang sangat mendalam.
Seni Kebudayaan Sulawesi Selatan:
Tari : Pakkarena, Tarian Anging Mamiri, Tari Padduppa,
Pakaian Daerah Sulsel : Bugis dan Makassar : Baju Bodo dan Jas Tutup, Baju La'bu
Lagu Daerah Silawesi Slatan : Angin Mamiri, Ma Rencong.